Bolabareng – 34 tahun adalah waktu yang sangat panjang untuk menunggu. Tapi bagi Pisa Sporting Club dan para pendukungnya, setiap detik dari penantian itu terbayar sudah ketika tim mereka akhirnya promosi ke Serie A. Tanggal 4 Mei 2024 akan selalu dikenang sebagai hari bersejarah, ketika kekalahan di kandang Bari justru membawa kepastian matematis.
Di bawah asuhan Filippo “Pippo” Inzaghi, Pisa membuktikan bahwa prediksi bukanlah segalanya. Tim yang di awal musim bahkan tidak masuk kalkulasi promosi ini berhasil mencuri perhatian dengan permainan gigih dan mental pantang menyerah. Sebuah pencapaian yang tidak hanya untuk klub, tapi juga untuk seluruh kota Pisa.
Perayaan spontan pecah di seluruh penjuru kota, dari Arena Garibaldi hingga Lungarno. Ribuan fans yang selama ini setia mendukung di Serie B akhirnya bisa melepaskan semua emosi yang terpendam. Ini bukan sekadar promosi biasa, tapi kebangkitan sebuah identitas yang nyaris hilang.
Lantas, bagaimana perjalanan panjang Pisa menembus Serie A setelah tiga dekade terpuruk? Mari kita telusuri kisah inspiratif dibalik kesuksesan tim hitam-biru ini.
Kebangkrutan, Pergantian Nama, dan Peran Penting Keluarga Corrada
Pisa terakhir kali bermain di Serie A tahun 1991 di era pelatih Mircea Lucescu. Saat itu, klub masih dipimpin Romeo Anconetani, sosok legendaris yang dijuluki “Uskup Pisa”. Tapi relegasi menjadi awal petaka – kebangkrutan 1994 memaksa klub berganti nama dan turun ke kasta bawah.
Selama bertahun-tahun, Pisa berganti-ganti identitas korporat dari AC Pisa, Pisa Calcio, hingga akhirnya kembali ke nama asli Pisa Sporting Club di 2021. Tapi satu hal tak pernah berubah: jersey hitam-biru yang terinspirasi Inter Milan tahun 1910, dan Arena Garibaldi yang tetap menjadi rumah meski fasilitasnya sudah ketinggalan zaman.
Kebangkitan Pisa mulai terlihat ketika keluarga Corrada mengambil alih klub di 2018. Mereka membawa stabilitas finansial yang selama ini menjadi masalah kronis. Dua tahun kemudian, masuknya investor Rusia-Amerika Alexander Knaster semakin memperkuat fondasi klub.
Di lapangan, Luca D’Angelo berhasil membawa Pisa kembali ke Serie B di 2019. Meski sempat gagal di play-off 2022, fondasi yang dibangun akhirnya berbuah manis di tangan Inzaghi. Sebuah proses panjang yang membuktikan pentingnya kesabaran dalam membangun tim.
Curva Nord: Lebih dari Sekadar Suporter
Pisa punya suporter yang tak seperti kebanyakan klub lain di Italia. Mereka bukan hanya bernyanyi dari tribun, tapi juga bersuara dalam isu-isu sosial yang penting.
Curva Nord, basis suporter utama Pisa, dikenal aktif mengangkat isu politik, hak asasi manusia, hingga kekerasan terhadap perempuan. Mereka tidak ragu menyuarakan keprihatinan tentang konflik global atau ketidakadilan lokal.
Keterlibatan mereka melampaui sepak bola. Mereka menghadirkan nuansa segar di tengah kultur ultras yang cenderung konservatif dan maskulin.
Kehadiran perempuan dan anak muda dalam komunitas suporter Pisa mencerminkan keberagaman yang jarang ditemukan di Italia. Ini menjadikan Pisa unik, bukan hanya dalam permainan, tapi juga dalam nilai-nilai yang mereka bela.
Dengan promosi ini, suara Curva Nord akan terdengar lebih jauh. Mereka tidak hanya akan menggetarkan stadion, tapi juga menginspirasi bagaimana sepak bola bisa jadi alat perubahan sosial.
Kota, Stadion, dan Janji Masa Depan
Stadion Garibaldi mungkin bukan yang termegah, tapi ia saksi sejarah yang tak tergantikan. Letaknya yang dekat dengan Menara Pisa menjadikannya simbol kebanggaan warga kota.
Arena Garibaldi yang berkapasitas 14,869 kursi kini sedang menjalani renovasi untuk memenuhi standar Serie A. Targetnya, kapasitas akan ditingkatkan sebelum musim baru dimulai. Ambisinya bukan hanya bersaing, tapi juga bertahan sebagai klub yang layak diperhitungkan.
Pemerintah kota bahkan mempersiapkan pusat latihan baru di Gagno, sebagai komitmen jangka panjang untuk masa depan tim. Langkah ini mencerminkan sinergi antara klub dan kota yang saling mendukung.
Kebangkitan Pisa bukan hanya soal taktik dan strategi. Ini tentang membangun ekosistem yang sehat, dari manajemen profesional hingga fanbase yang loyal dan progresif.
Jika segalanya berjalan sesuai rencana, Pisa bukan hanya akan bertahan di Serie A. Mereka akan menjadi contoh klub yang dibangun dengan hati, bukan hanya uang.
link : togetherball.org